Inspirasi

Asesmen Awal: Langkah Kecil untuk Pembelajaran Mendalam

“Saya benci pelajaran ini. Dari dulu saya nggak pernah ngerti.”

Apa yang akan Bapak/Ibu rasakan jika seorang murid menyampaikan kalimat ini di hari pertama pembelajaran? Mungkin ada rasa kecewa, karena usaha yang telah disiapkan terasa ditolak bahkan sebelum dimulai. Mungkin juga muncul kesedihan, karena kalimat itu menyimpan jejak pengalaman belajar yang pahit. Atau justru rasa tertantang—untuk menjadikan pelajaran ini pengalaman yang berbeda.

Sering kali kita memulai tahun ajaran dengan rencana dan strategi yang sudah tersusun rapi. Tapi peserta didik datang dengan hal lain: sejarah belajar yang belum sempat kita dengarkan—berisi kegagalan, keraguan, atau sekadar kehilangan rasa percaya diri.
Di sinilah asesmen awal seharusnya hadir, bukan sebagai formalitas administratif, tapi sebagai kompas pedagogis. Ia menjadi langkah pertama dalam membangun pembelajaran mendalam yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan.

Memulai dari Murid, Bukan dari Materi

Dalam pendekatan pembelajaran mendalam, murid tidak diposisikan sebagai wadah kosong yang siap diisi. Sebaliknya, mereka adalah individu yang membawa pengetahuan awal, pengalaman, emosi, dan konteks kehidupan ke dalam kelas. Tanpa mengetahui siapa yang kita ajar, bagaimana mungkin kita merancang apa dan bagaimana kita mengajar?
Ki Hadjar Dewantara menyebut pendidikan sebagai proses menuntun tumbuhnya kodrat anak—dan menuntun hanya bisa dilakukan jika guru terlebih dahulu tahu arah dan kesiapan anak yang dituntunnya. Vygotsky menekankan pentingnya Zone of Proximal Development (ZPD)—wilayah pengembangan optimal yang hanya bisa dijangkau jika kita tahu titik awalnya. Paulo Freire mengingatkan bahwa pendidikan sejati bersifat dialogis, dan dialog tidak bisa dimulai tanpa satu hal penting: mendengarkan. Asesmen awal adalah bentuk paling awal dari sikap mendengarkan itu.

Apa Itu Asesmen Awal?

Asesmen awal adalah proses mengenali kesiapan belajar murid sebelum pembelajaran dimulai. Ia membantu guru memahami kekuatan, tantangan, dan kebutuhan murid—baik secara akademik maupun sosial-emosional.

Dalam  Panduan Pembelajaran dan Asesmen (2022) menegaskan bahwa:

“Asesmen diagnostik dilakukan untuk memahami kesiapan belajar peserta didik secara menyeluruh, agar guru dapat menyesuaikan strategi pembelajaran dengan kebutuhan nyata murid.”

Artinya, asesmen awal bukan hanya soal pengetahuan awal, tapi juga tentang langkah menghadirkan pembelajaran holistik.

Bentuk Asesmen Awal yang Bermakna

Asesmen awal bisa berbentuk sangat sederhana, asalkan berpijak pada niat mengenali, bukan menilai. Beberapa contoh bentuk asesmen awal yang bisa digunakan di berbagai jenjang:

BentukJenjang Tujuan
Gambar ekspresif: “Gambarkan dirimu saat belajar”PAUD – SDMengenali persepsi dan emosi murid
Percakapan ringan atau wawancaraSD – SMPMenemukan pengalaman dan minat belajar
Kuis ringan non-nilaiSD – SMAMemetakan pengetahuan awal dan miskonsepsi
Mind map / peta konsepSMP – SMAMenggali struktur berpikir murid
Jurnal refleksi: “Harapanmu di pelajaran ini?”SMP – SMAMenyentuh sikap dan harapan murid
Survey gaya belajar dan minatSMP – SMAMembantu perencanaan strategi pembelajaran

🎨 1. Gambar Ekspresif

“Gambarkan dirimu saat belajar”
📚 Jenjang: PAUD – SD
🎯 Tujuan: Mengenali persepsi, emosi, dan sikap awal terhadap belajar

Langkah-langkah:

  • Sediakan kertas kosong atau worksheet bergambar meja dan kursi belajar.
  • Minta murid menggambar dirinya sendiri saat sedang belajar.
  • Tambahkan pertanyaan sederhana:
    “Sedang belajar apa?”, “Apa yang kamu rasakan?”, “Siapa yang ada di sekitarmu?”
  • Ajak murid menceritakan hasil gambarnya secara lisan (opsional)

📄 Worksheet: Gambar kosong dengan ruang untuk menggambar dan menulis 2–3 kata/emosi
🧩 Manfaat: Membuka percakapan informal guru-murid di awal tahun

💬 2. Percakapan Ringan atau Wawancara

📚 Jenjang: SD – SMP
🎯 Tujuan: Mengenal latar belakang pengalaman belajar, minat, dan gaya komunikasi murid

Langkah-langkah:

  • Siapkan 3–5 pertanyaan singkat di kartu/lembar kertas.
    Contoh:
    • “Apa pelajaran yang kamu suka? Kenapa?”
    • “Apa pengalaman belajar yang paling menyenangkan?”
    • “Kalau bosan belajar, biasanya kenapa?”
  • Lakukan percakapan 1–1 atau berpasangan (peer interview)
  • Guru mencatat temuan penting di jurnal guru

📄 Worksheet: Lembar wawancara sederhana atau kartu pertanyaan
🧩 Manfaat: Mengembangkan rasa percaya murid terhadap guru

📊 3. Kuis Ringan Non-Nilai

📚 Jenjang: SD – SMA
🎯 Tujuan: Memetakan pengetahuan awal, miskonsepsi, dan titik tolak pembelajaran

Langkah-langkah:

  • Buat 5–7 soal seputar topik awal (misalnya cuaca, sistem pencernaan, cerita pendek)
  • Format bisa pilihan ganda, isian singkat, atau “benar/salah”
    Jangan beri skor. Fokus pada identifikasi: siapa sudah tahu apa?

📄 Worksheet: Kuis mini tanpa skor (bisa dibuat di kertas atau Google Form)
🧩 Manfaat: Guru dapat merancang strategi diferensiasi sejak awal

🧠 4. Mind Map / Peta Konsep

📚 Jenjang: SMP – SMA
🎯 Tujuan: Menggali struktur berpikir dan cara murid mengaitkan konsep

Langkah-langkah:

  • Berikan satu kata/topik utama (contoh: “Ekosistem”, “Narasi”, “Kemerdekaan”)
  • Minta murid membuat peta konsep berdasarkan yang mereka ketahui
  • Bisa dilakukan individu atau berkelompok

📄 Worksheet: Template peta konsep dengan topik utama di tengah
🧩 Manfaat: Mengidentifikasi pola pikir & koneksi murid

📓 5. Jurnal Refleksi: “Harapanmu di Pelajaran Ini”

📚 Jenjang: SMP – SMA
🎯 Tujuan: Menyentuh sikap, harapan, ketakutan, dan motivasi murid terhadap pelajaran

Langkah-langkah:

  • Berikan prompt menulis seperti:
    “Aku ingin pelajaran ini…”
    “Aku khawatir tentang…”
    “Aku berharap bisa…”
  • Murid menulis 5–10 menit dengan bebas
  • Guru membaca & membuat catatan tren umum

📄 Worksheet: Kartu refleksi dengan 2–3 kalimat pembuka
🧩 Manfaat: Menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap pembelajaran

📋 6. Survey Gaya Belajar & Minat

📚 Jenjang: SMP – SMA
🎯 Tujuan: Menyusun pendekatan pembelajaran yang sesuai kebutuhan

Langkah-langkah:

  • Siapkan survey sederhana (Google Form atau kertas)
    Contoh pertanyaan:
    • “Kamu lebih nyaman belajar dengan cara… (membaca / diskusi / praktik)”
    • “Topik yang bikin kamu semangat belajar?”
  • Buat analisis ringan dari hasil survey dan kaitkan dengan rencana pelajaran

📄 Worksheet: Form survey gaya belajar & minat belajar
🧩 Manfaat: Mendorong guru untuk melakukan adaptasi strategi pembelajaran

Setelah Memahami Murid, Apa Selanjutnya?

Melakukan asesmen awal bukanlah tujuan akhir. Ia adalah pintu masuk menuju pembelajaran yang berorientasi pada murid. Maka, data dari asesmen awal perlu diolah dan dimaknai untuk:

  1. Menyesuaikan titik berangkat
    Guru menyusun pembelajaran dari tempat murid berada—bukan dari asumsi atau kecepatan kurikulum. Ini mencerminkan pembelajaran yang berkesadaran/mindful—yaitu penuh kesadaran atas konteks dan kesiapan belajar murid.
  2. Menerapkan diferensiasi
    Setiap murid mendapat pendekatan yang sesuai kebutuhannya: pengayaan, penguatan, atau pendampingan emosional.  Di sinilah pembelajaran menjadi meaningful, karena murid merasa isi dan cara belajar relevan dengan dirinya.
  3. Membangun kepercayaan
    Ketika murid merasa dikenali, mereka lebih siap terbuka dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar.  Inilah akar dari pembelajaran yang menggembirakan atau joyful learning—kondisi psikologis yang aman dan relasi yang hangat memicu semangat belajar.
  4. Merancang refleksi bersama murid
    Guru bisa melibatkan murid membaca dan memahami hasil asesmen awal, lalu berdialog soal tujuan belajar mereka.  Proses ini mendorong kesadaran metakognitif, memperkuat makna dan arah belajar bagi murid itu sendiri.

Asesmen Awal adalah Aksi Pedagogis

Asesmen awal bukan alat seleksi. Ia adalah aksi pedagogis yang berorientasi pada murid. Karena sejatinya, tugas utama guru bukan sekadar menyampaikan materi, tetapi menemukan, menyapa, dan menemani murid dalam proses tumbuhnya.

Mengajar bukan tentang menyampaikan, tetapi tentang memahami.
Dan asesmen awal adalah langkah pertama dalam memahami itu.

Bayangkan jika lebih banyak ruang kelas memulai pembelajaran bukan dari silabus, tapi dari niat untuk benar-benar mengenal siapa yang hadir di hadapan kita.
Bayangkan jika asesmen awal tidak lagi dipandang sebagai kewajiban administratif, melainkan sebagai bentuk kehadiran yang sadar, penuh empati, dan berorientasi.

Di sinilah gerakan pembelajaran mendalam tumbuh—di ruang kelas, di rapat guru, di komunitas belajar, bahkan dalam sistem yang kita bangun bersama.

Penulis: Yosua Nala Yudhistira, S.Pd., B.Ed


Melalui layanan workshop, pelatihan guru, dan pendampingan sekolah, Paideia Educational Solutions hadir sebagai mitra transformasi pendidikan di Indonesia.
Dan melalui LMS Guru Kreator, kami mendukung guru untuk terus belajar, berefleksi, dan merancang pembelajaran yang kontekstual dan berorientasi pada murid.

🔗 Pelajari lebih lanjut
paideia.id | gurukreator.id

Recent Posts